Saturday, January 1, 2022

Bolehkah Mengucapkan “Rezeki Anak Shalih”


https://kajiansunnahbandung.web.id/bolehkah-mengucapkan-rezeki-anak-shalih/

Terkadang perkataan ini sudah umum terdengar di kalangan kita, baik itu dari teman, dari keluarga, dari sahabat, atau dari orang yang kita jumpai tanpa sengaja.

Pertanyaannya, bolehkan mengucapkan “rezeki anak shalih” ketika mendapatkan suatu nikmat, rezeki, pujian, hadiah, atau hal-hal lain yang sifatnya menyenangkan dan disukai secara tabi’at manusia?

๐Ÿ”ทHal pertama yang mesti dilakukan saat mendapatkan nikmat adalah bersyukur kepada Allah Ta’ala yang menganugerahkannya dan sebisa mungkin hindari perbuatan yang menyandarkan nikmat itu pada selain-Nya, karena dikhawatirkan terjatuh ke dalam kesyirikan atau kesombongan.

Ucapan “rezeki anak shalih” yang latah diucapkan sebagian saudara kita dianggap sebagai bentuk penyucian diri sendiri yang merupakan tipu daya syaithan. Seolah-olah nikmat ini datang karena keshalihan diri sendiri. Perbuatan ini dilarang oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya :

ูَู„َุง ุชُุฒَูƒُّูˆุง ุฃَู†ْูُุณَูƒُู…ْ ู‡ُูˆَ ุฃَุนْู„َู…ُ ุจِู…َู†ِ ุงุชَّู‚َู‰

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Diaah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa” (QS. An Najm: 32)

Batasan shalih itu adalah Al-Quran dan as-Sunnah. Sebelum “membanggakan diri” dengan keshalihan, hendaknya kita teladani sikap Shahabat terbaik Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallaahu ‘anhu ketika mendapatkan pujian.

Beliau berkata :

ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฃَู†ْุชَ ุฃَุนْู„َู…ُ ู…ِู†ِّู‰ ุจِู†َูْุณِู‰ ูˆَุฃَู†َุง ุฃَุนْู„َู…ُ ุจِู†َูْุณِู‰ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุงุฌْุนَู„ْู†ِู‰ ุฎَูŠْุฑًุง ู…ِู…َّุง ูŠَุธُู†ُّูˆْู†َ ูˆَุงุบْูِุฑْ ู„ِู‰ ู…َุง ู„ุงَ ูŠَุนْู„َู…ُูˆْู†َ ูˆَู„ุงَ ุชُุคَุงุฎِุฐْู†ِู‰ ุจِู…َุง ูŠَู‚ُูˆْู„ُูˆْู†َ

Allahumma anta a’lamu minni bi nafsiy, wa anaa a’lamu bi nafsii minhum. Allahummaj ‘alniy khairam mimmaa yazhunnuun, wagh-firliy maa laa ya’lamuun, wa laa tu-akhidzniy bimaa yaquuluun.

“Ya Allah, Engkau lebih mengetahui keadaan diriku daripada diriku sendiri dan aku lebih mengetahui keadaan diriku daripada mereka yang memujiku. Ya Allah, jadikanlah diriku lebih baik dari yang mereka sangkakan, ampunilah aku terhadap apa yang mereka tidak ketahui dariku, dan janganlah menyiksaku dengan perkataan mereka.” [Diriwayatkan oleh Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 4: 228, no.4876. Lihat Jaami’ul Ahadits, Jalaluddin As Suyuthi, 25: 145, Asy Syamilah]

Ini keadaan sahabat terbaik yang dipuji orang lain. Lalu masih pantaskah kita memuji diri sendiri? “Seberapa shalih kita dibandingkan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu?” Pertanyaan ini yang mesti kita ingat, saat terbersit keinginan untuk mensucikan diri.

Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita semua dari perbuatan tercela seperti itu dan membimbing kita ke jalan-Nya yang lurus. Hadaana Allah shirathahul mustaqiim. Aamiin.

Baarakallaah fiikum…

Dijawab oleh Ustadz Rian Abu Rabbany

No comments:

Post a Comment